SIANTAR-Penutup kepala yang dikenakan oleh Presiden Joko Widodo saat acara Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba di Balige menjadi perbincangan, ada yang kontra dan ada yang pro.
Desainer andal asal Indonesia, Merdi Sihombing yang yang kerap menggunakan bahan tenun seperti kain ulos sebagai karyanya menjelaskan kepada www.tribun-medan.com bahwa penutup kepala yang digunakan oleh Jokowi yang disebut sebagai pakaian kebesaran raja Batak tidak benar secara budaya Batak Toba yang asli.
“Kita sering menyebut tali-tali itu sebagai penutup kepala. Secara budaya tali-tali yang dikenakan oleh Jokowi itu tidak benar. Namun karena adanya stigma yang tidak tepat atas tali-tali tersebut maka yang dikenakan oleh Jokowi itu jadi benar,” ujarnya melalui sambungan telepon, Selasa (23/8/2016)
Ia menuturkan bahwa stigma yang terjadi atas penggunaan tali-tali yang sesusai dengan budaya batak sudah terjadi sejak lama di masyarakat batak.
“Sudah lama terjadi hal demikian yah. Banyak orang memberikan stigma bahwa yang mengenakan tali-tali yang sesuai budaya asli Batak Toba adalah dukun, padahal tidak,” ujarnya.
Merdi Sihombing/Wartakota
Desainer yang sudah sepuluh tahun memperkenalkan tali-tali khas budaya Batak Toba asli ini menjelaskan bahwa saat ini masyarakat juga sudah banyak melakukan kesalahan karena stigma tersebut.
“Masyarakat pun sudah aneh sekarang ini karena stigma yang salah ini. Orang menikah yang mengenakan adat Batak pun sudah banyak yang mengenakan pakaian yang biasa dipakai oleh pelayan di rumah makan Melayu, dan mereka menyebutnya sebagai pakaian adat Batak. Itu tidak benar. Laki-laki pun sudah ada yang mengenakan sortali padahal itu tidak boleh,” ujarnya.
Penggunaan ulos yang dikenakan oleh Jokowi untuk menggambarkan sosok Presiden seperti raja batak juga menurut Merdi Sihombing tidak tepat. Ia menuturkan bahwa ulos yang harus dikenakan oleh Jokowi adalah ulos Mangiring Padang Ursa berwarna hitam.
“Yang dipakai Jokowi kemarin itu kan ulos warna merah. Harusnya jika ingin menojolkan Jokowi itu mengenakan pakaian raja Batak, ulos yang dikenakan itu adalah ulos Mangiring Padang Ursa yang berwarna hitam, memang ini udah jarang ditenun, karena dahulu penjajah memang sengaja menghancurkan ulos jenis ini, supaya tidak ada lagi raja,” ujarnya.
Menurut Merdi, kejadian yang telah terjadi tersebut adalah bukti bahwa panitia karnaval tidak pernah mendiskusikan busana yang akan dikenakan oleh Presiden Jokowi tersebut kepada tetua adat dan juga orang-orang yang mengerti tentang budaya Batak.
“Inilah jika tidak melakukan koordinasi kepada para tetua adat dan orang-orang yang mengerti adat Batak Toba,” ujarnya.
Sebelumnya Ketua Karnaval Pesona Danau Toba Fremita Fifi menjelaskan bahwa ulos yang dikenakan oleh Presiden Jokowi adalah ulos Ragidup Sirara.
“Saat menghadiri karnaval presiden menggunakan ulos Ragidup Sirara yang biasa diperuntukkan bagi kaum bapak, pribadi yang terhormat atau raja,” ujarnya di Media Center Karnaval, Balige , Minggu (21/8/2016)
Adapun yang merancang busana yang dikenakan oleh Jokowi tersebut dirancang oleh Edward Hutabarat. Busana ini mendapat kritik dari Rizaldi Siagian Dosen Etmusikologi, Universitas Sumatera Utara.
Seperti berita sebelumnya, gaya busana Presiden Joko Widodo menjadi perdebatan di dunia maya usai memakai penutup kepala yang aneh saat mengenakan pakaian adat Budaya Batak sub etnis Toba saat melakukan kunjungan di Tobasa, Sumut.
“Jokowi dengan tutup kepala gaya ‘kontemporer’ di Danau Toba sore ini,” tulis Rizaldi Siagian di dalam akun Facebooknya.
Rizaldi yang kini menjadi dosen di Universitas Sumatera Utara (USU) jurusan Etnomusikologi mengaku selama melakukan penelitian budaya Batak tidak pernah melihat motif penutup kepala yang ‘aneh’ itu.
Bermaksud untuk menghormati Jokowi dengan memberikan kehormatan seperti raja Batak, justru panitia kedatangan presiden menyuguhkan gaya busana yang memalukan dan akhirnya di-bully oleh netizen.
“Masa orang batak mempermalukan presidennya sendiri di rumahnya,” katanya.
Sementara itu Torang Sitorus kolektor kain tenun, termasuk tenun ulos Batak menyebut ikat kepala yang dipakai Jokowi masuk kategori ‘aneh’.
Dia mengaku belum pernah melihat gaya ikat kepala yang digunakan Jokowi saat di Balige, Kabupaten Tobasa.
Katanya tidak seharusnya kepala negara mengenakan pakaian adat yang salah dari budaya Batak.
“Cara melipat kain/ikat kepalanya aneh, salah rumbainya harus keluar dri atas ke arah bawah,” katanya di dalam akun media sosialnya.
Menurutnya kain yang dipakai Jokowi merupakan kaun ulos Pinuncaan dari Toba, bukan Ragidup. “Kelihatan dari motif ikat nya, motif Kepala /tumpal kain nya juga,” katanya. (sumber : http://medan.tribunnews.com)