Roma 12:9-21
Steven S.N. Rogahang, S.Si-Teol, M.Si
ARGENTINA baru saja menjuarai Piala Copa Amerika 2024 dan menggemparkan dunia, karena mereka mampu mengukir prestasi dan rekor dunia sebagai negara yang pernah menjuarai Quartaple Piala yaitu Copa Amerika 2021, Finalisima 2022, Piala Dunia 2022, dan Copa Amerika 2024 secara berturut-turut.
Dunia terheran-heran dengan skuad Argentina yang sebenarnya hanya mengandalkan seorang Lionel Messi. Namun yang menarik, semua pembicaraan viral tertuju kepada skuad yang bukan sekedar tim saja, melainkan sudah seperti keluarga yang utuh yang saling mengasihi, membantu satu dengan yang lain. Skuad ini akan selalu dikenang sebagai skuad terhebat yang pernah ada di dunia.
Rahasianya apa? Rahasianya adalah keharmonisan dan integritas para pemain, pelatih, tim officia; dan supporter.
Harmoni dalam integritas adalah sebuah keadaan yang menunjukkan keutuhan dan keselarasan dalam kerja sehingga memampukan untuk memancarkan kewibawaan dan kejujuran.
Roma 12:9-21 adalah bagian dari surat Paulus kepada jemaat di Roma yang berfokus pada nasihat praktis mengenai hidup sebagai umat Kristen. Surat ini ditulis oleh Rasul Paulus, seorang tokoh penting dalam kekristenan awal, kepada jemaat di Roma yang terdiri dari orang Yahudi dan non-Yahudi yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Tujuan utama dari surat ini adalah untuk memperkuat iman jemaat dan memberikan pedoman hidup yang sesuai dengan ajaran Kristus.
Dalam perikop ini, Paulus memberikan panduan tentang bagaimana seharusnya seorang Kristen menjalani hidup yang mencerminkan kasih dan integritas yang sejati, di tengah-tengah tantangan jaman dimana keberagaman menjadi peluang sekaligus tantangan kehidupan yang dihadapi oleh jemaat di Roma. Jemaat di Roma, yang terdiri dari orang Kristen Yahudi dan Non Yahudi, memiliki pandangan yang berbeda mengenai pemahaman tentang bagaimana manusia dibenarkan.
Kalangan Kristen Yahudi mempercayai bahwa pembenaran itu berdasarkan hukum Taurat dan kemudian memaksakannya kepada semua orang, sebaliknya orang non Yahudi tidak menerima hal tersebut. Saat itulah Paulus hadir memberikan solusi dan pencerahan bahwa pembenaran sejati itu oleh karena iman, bukan oleh hukum Taurat. Hukum Taurat tidak dapat dipakai untuk membenarkan dan menyelamatkan manusia di hadapan Allah, tetapi kasih adalah kegenapan dari hukum Taurat.
Dalam pembacaan ini, Paulus menekankan nilai-nilai moral dan etika yang penting dalam kehidupan sehari-hari, serta menunjukkan bagaimana hubungan antar individu seharusnya dibangun di atas dasar kasih dan saling menghormati yang mencerminkan kasih Kristus dalam kehidupan. Di ayat 9 Paulus menekankan bahwa kasih harus tulus, tanpa kepura-puraan, selayaknya kasih agape yang diajarkan oleh Yesus. Sosok Yesus sendiri menggambarkan kasih agape dengan begitu genuine dan tanpa kepalsuan yang sangat berbeda dengan tokoh-tokoh sezamannya, inilah yang membuat jemaat memiliki pembanding yang jelas ketika mereka berhadapan dengan berbagai pilihan untuk melaksanakan kasih.
Paulus juga menekankan bahwa kita harus membenci yang jahat serta berpegang pada yang baik. Ini adalah panggilan untuk menjalani hidup yang penuh integritas dan kemurnian hati, sebagaimana dunia pendidikan menjadi tolak ukur yang utama dalam pelaksanaan nilai-nilai ini. Dunia pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam membentuk karakter dan masa depan generasi muda. Namun, selain transfer ilmu pengetahuan, dunia pendidikan juga memiliki tanggung jawab besar dalam menanamkan nilai-nilai integritas. Integritas dalam konteks pendidikan mencakup kejujuran, tanggung jawab, dan etika yang tinggi dalam setiap aspek proses sehingga akan tumbuh individu yang cerdas dan berkarakter seperti Yesus.
Di ayat 10-21 Paulus juga mendorong kita untuk saling mengasihi dengan kasih persaudaraan (filea) dan saling mendahului dalam memberi hormat. Ini berarti kita harus menghargai satu sama lain dan berusaha untuk mendukung serta menguatkan komunitas iman kita. Keseimbangan antara kasih dan penghormatan haruslah diperhatikan agar tidak membawa komunitas ke dalam kecurigaan dan kehilangan kepercayaan, meskipun dalam ayat-ayat ini, kita diajak untuk menjadi tekun dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan, dan rajin dalam berdoa. Ini adalah pengingat bahwa hidup Kristen tidak selalu mudah, tetapi dengan ketekunan dan doa, kita bisa menghadapi tantangan dengan kekuatan yang diberikan oleh Tuhan.
Bagian akhir dari perikop ini menekankan pentingnya hidup damai dengan semua orang. Paulus mengingatkan kita untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan tetapi mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Ini adalah panggilan untuk menjalani hidup yang penuh kasih dan pengampunan, mengikuti teladan Yesus Kristus. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita dapat menjadi saksi hidup dari kasih Allah dan membawa damai serta berkat bagi orang-orang di sekitar kita. “kita tidak harus menjadi juara ketika berlomba, tapi kita juga tidak akan pernah kalah ketika kita berlomba sesuai spirit sportifitas yang ada” itulah harmoni kehidupan.(*)