SuluTimes.com, SULUT — Agustine Lombone untuk kesekian kalinya melakukan aksi di Gedung DPRD Provinsi Sulut, guna mempertahankan ruang hidupnya di Kalasey Dua, Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa, Sulut, Jumat (11/10/2024).
Di depan 2 anggota DPRD Sulut, Pricylia Elviera Rondo dan Feramitha Mokodompit yang menerima massa aksi dari AMARA (Aliansi Masyarakat Adat, Sipil dan Mahasiswa Sulut). Pada kesempatan itu, Agustine mengatakan dirinya sudah bertani di Desa Kalasey Dua sejak tahun 1932, secara turun temurun.
“Bertahun-tahun kami hidup dengan aman, tenang dan damai. Ketika tahun 2019 petani Kalasey Dua menderita dengan apa yang dilakukan oleh Pemerintah Sulut. Kami petani Kalasey Dua, diperlakukan tidak adil dan dianggap seperti bukan rakyat Indonesia. Bahkan juga dianggap bukan masyarakat Sulut,” ungkap Agustine.
Ia menambahkan, kejadian 7 November itu, sesuai dengan hasil rekomendasi Komnas HAM merupakan perintah Gubernur Sulut. “Ada surat rekomendasinya, di mana Polisi-polisi melakukan eksekusi adalah perintah.”
“Jika perintah tidak sesuai, jangan pernah menganiaya masyarakat. Kami petani hanya memohon, jangan rampas ruang hidup kami, namun toh masih ditembaki dengan gas air mata. Di mana keadilan di NKRI, khususnya di Sulut sendiri,” ujar Oma Ndio sapaan akrab masyarakat Petani.
Menurut Oma Ndio, masyarakat mendapatkan janji politik oleh beberapa instansi, jika instansi tersebut mendapatkan sertifikat, begitupun dengan petani akan mendapatkannya. “Tapi apa, sampai saat ini tidak ada.”
“Somo habis torang pe kebun. Sudah semakin banyak pembangunan yang dibuat dan merugikan petani. Dengan hasil pertanian, kami bisa membangun Desa, Gereja, boleh menyekolahkan anak-anak menjadi Polisi dan Sarjana. Di pasar beralaskan karung dengan menjual pisang. Bayangkan Oma umur 65 tahun, sudah 4 kali hadir di sini,” tuturnya.
Ketika masyarakat hidupnya aman, damai, dan ketika pemerintah mampu melihat kesejahteraan secara adil. Tidak mungkin, masyarakat Kalasey Dua berada di sini. “Tidak mungkin saya meminta keadilan di sini. Oma so 65 tahun baru kali ini hadir di sini. Saat ini kehidupan ibarat singa, so terganggu sekali akan kehidupannya, so menderita sekali.”
“Menteri Pariwisata Republik Indonesia, Sandiaga Uno harus bertanggungjawab dengan adanya perampasan kebun di Desa Kalasey Dua. Kemudian, Kementerian Pertanian selalu bicara soal ketahanan pangan, kenapa kebun kami yang digusur. Kami diusir dan dijajah di negara sendiri, kami dizolimi habis-habisan. Kami bergantung kehidupan dari hasil kebun. Coba dipikirkan jika kebun kami akan diambil semuanya,” ucap Oma Ndio.
Di tempat yang sama, Refli Senggel, yang juga Petani Kalasey Dua mempertanyakan rekomendasi dari aspirasi Komisi I DPRD Sulut tidak pernah ditanggapi oleh Ketua Fransiskus Andi Silangen.
“Mohon kepada Ketua Dewan Fransiskus Andi Silangen, jangan karena kedekatan dengan oligarki tidak menanggapi surat rekomendasi yang dibuat oleh Komisi I DPRD Provinsi Sulut berkaitan dengan aspirasi masyarakat Kalasey Dua,” pinta Refli dengan tegas.
Feramitha Mokodompit, selaku anggota DPRD Provinsi Sulut Dapil Bolmong Raya menanggapinya dengan mengatakan bahwa aspirasi atau tuntutan yang telah disampaikan oleh Amara Sulut ini akan segera ditindaklanjuti.
“Ke depannya kami akan melakukan rapat dengan 45 anggota DPRD Provinsi Sulut, guna membahas setiap tuntutan yang ada. Dan perlu diketahui, sampai saat ini DPRD Sulut masih dalam pembentukan AKD (Alat Kelengkapan DPRD). Oleh sebab itu, ada poin-poin yang bentuk teknisnya dibahas oleh setiap komisi-komisi yang ada,” pungkasnya.
(*/fds)