Markus 5:21-43
Pdt. Leonardus Rudolf Siby, M.Th., M.Pd.
Gembala Jemaat Gereja Baptis Betel Tondano
“JANGAN takut, percaya saja”
Ketakutan adalah yang sangat manusiawi. Siapapun pernah mengalami ketakutan, dengan berbagai hal yang melatarbelakanginya. Faktor kesehatan, keluarga, ekonomi, pekerjaaan, pendidikan serta interaksi sosial dapat menjadi konteks yang memunculkan ketakutan serta kekuatiran. Tentu saja untuk keluar dan mengatasi ketakutan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, semudah hal tersebut dikatakan.
Bacaan Kitab Suci hari ini juga memiliki seting situasi ketakutan dan kekuatiran. Sebagai seorang ayah, ketakutan Yairus adalah hal yang sangat wajar. Anak Perempuan yang tentu saja sangat dikasihinya, anak Perempuan yang dibesarkan dari bayi dan kini akan menginjak masa remaja (anak itu berusia 12 tahun; bnd 5:42), kini jatuh sakit dan ada dalam kondisi yang kritis. Perkiraan dan pikiran Yairus adalah, jika anaknya tidak segera tertolong, maka anak tersebut akan segera mengalami kematian.
Situasi kedua yang ada dalam teks ini, adalah hadirnya seorang Perempuan yang “menghambat” langkah dan waktu perjalanan Yesus untuk menuju ke rumah Yairus. Yesus (dan tentu saja Yairus), yang sementara bergegas untuk menyembuhkan anak perempuan tersebut, tiba-tiba harus harus berhenti karena ada seorang Perempuan lain yang juga membutuhkan pertolongan Yesus, karena pendarahan yang sudah dialaminya selama12 tahun (lih. 5:25, sama dengan usia anak Yairus). Kondisi hidup yang tentu saja juga tidak mudah bagi Perempuan tersebut.
Penulis injil Markus, memberikan gambaran bahwa penundaan waktu tersebut nampaknya berdampak buruk pada kondisi anak Yairus, yaitu bahwa anak itu akhirnya mengalami kematian (bnd. 5:35). Situasi yang tentu saja tidak diingini oleh Yairus.
Narasi mengenai penyembuhan anak Perempuan Yairus dan seorang Perempuan yang mengalami pendarahan selama 12 tahun ini memberikan beberapa Pelajaran penting, yaitu:
1. Allah dalam Kristus Yesus adalah satu-satunya sumber pertolongan yang tepat. Dalam ayat 22-23, Yairus datang kepada Yesus, dengan penuh harap. Markus menggunakan istilah Yunani pipto (jatuh, terkapar, tersungkur; dari mereka yang diliputi oleh ketakutan atau kesedihan), untuk menggambarkan sikap Yairus. Sebagai seorang kepala rumah Ibadah Yahudi (Synagoge), pipto menggambarkan dengan jelas kesedihan, keputusasaan dan ketakutan Yairus akan kondisi anaknya. Ia tahu bahaya maut dapat dialami putrinya kapan saja dan itu bukan kondisi yang diinginkannya. Penggunaan kata parakaleō (memohon), mempertegas ketakutan dan keputusasaan Yairus. Ia memohon bahkan seperti cenderung mendesak dengan sangat kepada Yesus, agar Yesus melakukan intervensi terhadap kondisi anaknya. Permohonan yang disatu sisi berisikan ketakutan namun di sisi lain mengungkapkan keyakinan iman Yairus sangat jelas, yaitu “datanglah dan letakanlah tangan-Mu, supaya ia selamat dan tetap hidup”
Harapan yang sama juga ditemukan dari Perempuan yang mengalami pendarahan. Ayat 26 menggambarkan Upaya yang sudah dilakukannya selama bertahun-tahun untuk mendapatkan kesembuhan. Ia sudah mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan kesembuhan, namun situasinya justru semakin memburuk. Perempuan tersebut, seperti juga Yairus, datang kepada Yesus dengan sebuah keyakinan iman, yaitu “asal kujamah saja jubahNya, aku akan sembuh”. Sebuah ungkapan yang berisi keyakinan yang sangat kuat, bahwa keprcayaannya kepada pertolongan Yesus akan menjadi jalan keluar dari kondisi yang sudah dialaminya bertahun-tahun.
2. Asal percaya yang bukan asal-asalan. Dari narasi ini juga dapat dilihat bahwa iman yang mengerjakan kesembuhan, pemulihan bahkan kebangkitan dari kematian bukanlah “asal percaya” yang asal-asalan. Tindakan Perempuan itu bukan tindakan asal-asalan. Demikian juga Yairus. Keduanya tidak datang dengan spekulatif, melainkan karena didorong oleh keyakinan, bahwa Yesus sanggup untuk menolong mereka. Perhatikan sikap Perempuan tersebut dalam ayat 33. Dalam ketakjuban atas kesembuhan yang telah dialaminya, Ia menghampiri Yesus dan tersungkur dalam ketulusan. Ia tersungkur (Yun. prospiptō) dan sujud di kaki Yesus sebagai sebuah sikap dan tanda penghormatan. Iman Yairus dan Perempuan itu bukanlah iman yang asal-asalan. Namun iman yang lahir dari keyakinan dalam diri mereka dan dinyatakan dalam perbuatan konkret baik dalam tindakan mereka ketika menghampiri Yesus, maupun setelah mereka mendapatkan pertolongan dari Tuhan. Kepercayaan yang bukan asal-asalan dan ketulusan, dari Perempuan tersebut diresponi oleh Yesus dengan berkata bahwa iman tersebut telah membebaskannya dari penyakit yang dideritanya selama 12 tahun dan menyuruhnya pergi dalam damai sejahtera Allah (Yun. eirēnē, Ibr. Shalom).
3. Pertolongan Tuhan dikerjakanNya pada waktu yang tepat. Menunggu selama 12 tahun adalah proses yang panjang bagi Perempuan yang mengalami pendaharan. Perjalanan Yesus menuju ke rumah Yairus terhenti sejenak karena tindakan Perempuan tersebut. Anak Yairus pun mengalami kematian. Situasi yang tentu saja tidak diinginkan dan diharapkan oleh Yairus. Dalam hatinya mungkin ia menginginkan agar Yesus segera tiba di rumahnya dan menolong anaknya. Namun situasi yang terjadi tidak seperti yang diharapkannya. Kabar kematian anaknya tentu saja menjadi pukulan yang sangat kuat bagi Yairus. Kematian anak Perempuan yang sangat disayangiNya, memupus salah satu harapan masa depan Yairus dan keluarganya. Ia pasti sedih, terluka, dan mengalami dukacita yang sangat mendalam. Namun sekali lagi Yesus menunjukkan keberpihakanNya pada penderitaan, kesulitan, kesedihan dan dukacita manusia. “Jangan takut, percaya saja!”. Frasa “jangan takut” ditulis dengan menggunakan kata kerja pasif, sedangkan “percaya” ditulis dengan menggunakan kata kerja present aktif. Penggunaan 2 frasa tersebut sebenarnya berisikan peneguhan dan dorongan yang sangat kuat, dari Yesus kepada Yairus, yaitu bahwa “Jangan kamu (Yairus) ditakutkan oleh situasi yang sedang terjadi, melainkan tetaplah/teruslah menaruh kepercayaan kepada-Ku. Pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat. Sewaktu Yesus membangkitkan anak Perempuan Yairus, ia menggunakan sebuah kalimat dalam bahasa Aram “talita kum” (hai anak Perempuan, bangunlah). Sebuah ungkapan seperti orang tua membangunkan anaknya yang sedang tidur di pagi hari. Talita kum menjadi sebuah pembuktian ucapan Yesus, bahwa anak itu sedang tidur (bnd 5:39 dan 5:41), sekaligus menunjukkan kedaulatan Tuhan atas kehidupan manusia, yang dilakukanNya pada waktu yang tepat.
4. Pengalaman yang dialami oleh Perempuan yang mengalami pendarahan, serta Yairus dan keluarganya, adalah pengalaman yang sangat personal. Namun demikian pengalaman iman tersebut sebenarnya dilakukan oleh Yesus kepada mereka untuk menunjukkan, bahwa Ia adalah Mesias, Anak Allah. Dan itulah inti berita Injil. Dalam pembukaan tulisannya, Markus memberikan penegasan kepada para pembacanya, bahwa inti dari Injil (kabar baik) ialah “Yesus adalah Mesias, Anak Allah” (bnd. Markus 1:1). Pembuktian bahwa Yesus adalah Mesias dilakukan oleh Markus antara lain dengan menulis narasi mengenai kuasa Yesus untuk menyembuhkan, bahkan membangkitkan orang mati. Sehingga mujizat yang dilakukan Yesus dan dialami oleh manusia bukan hanya berhenti pada pengubahan kondisi hidup, tetapi seharusnya mengantar dan membawa pada sebuah pengakuan iman, bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah.
Jadi marilah kita terus hidup dalam iman yang sungguh, aktif dan tulus kepada Allah. Bukan asal-asalan percaya, atau hanya untuk mengharapkan pengubahan kondisi hidup, tetapi iman yang menghantar kita pada sebuah pengakuan, bahwa “Yesus adalah Mesias, Anak Allah”, Amin.(*)