Karang Taruna SULUT: Atas Nama Kesetiakawanan Sosial, Perbedaan Adalah Kekayaan Indonesia.

0
45
Billy Lombok, Affan Mokodongan, dan Ivan Lumentut. (Ketua, Sekretaris, dan Bendahara Karang Taruna Provinsi Sulawesi Utara).

Sulutimes-SULUT. 19/12/2016 Terkait razia yang dilakukan oleh organisasi yang menamakan diri FPI terhadap atribut bernuansa natal di Surabaya mengundang sikap dari Karang Taruna Provinsi Sulawesi Utara. Organisasi sosial ini menyayangkan tindakan main hakim sendiri dan cenderung menciptakan keresahan.

Atas nama kesetiakawanan sosial, Karang Taruna SULUT “Kebersamaan sudah ada di bumi pertiwi, keragaman adalah kekayaan Indonesia. Indonesia adalah contoh bentuk keberagaman, kita menghargai sikap masing-masing, tapi mengambil tindakan sendiri itu tidak dibenarkan” (Karang Taruna yang memiliki ketua, sekretaris, bendahara, dan struktur pengurus dengan keragaman etnis, suku dan agama ini.

Organisasi yang berdiri sejak tahun 1980 dan masuk dalam Undang-undang kesejahteraan sosial ini, meminta agar seluruh jajarannya mengambil langkah strategis menjaga agar masyarakat tidak terpancing. “langkah konsolidasi wajib dilakukan, yang jelas Karang Taruna menginginkan perkembangan ekonomi Indonesia berjalan baik, bila terjadi berbagai ketidakstabilan tentu negara dan bangsa Indonesia yang akan rugi, bahkan dapat terjadi insiden internasional dan mempengaruhi sikap investor apalagi menyangkut keamanan, ketertiban, ketidakpastian hukum” ujar Billy Lombok, Affan Mokodongan, dan Ivan Lumentut.

Terkait dengan himbauan Wakil Gubernur SULUT agar ormas menjaga kerukunan direspons dengan baik oleh Karang Taruna “walau kami bukan ormas melainkan organisasi sosial, kami pastikan Sulawesi Utara sangat siap dengan kehangatan menyambut bapak presiden” ujar Mokodongan.

Lombok yang juga ketua pemuda sinode GMIM periode 2005-2014 ini menyampaikan agar semua pihak tetap tenang. “sejauh yang saya pahami, ornamen yang biasanya ada di saat bulan natal atau desember seperti santa claus, rusa, salju, secara konsensus bukan dogma gereja, ada batasan yang jelas disana, tapi demikian ada kisah seorang santa yang menebar kasih, saya kira itu diajarkan oleh tiap agama bahwa kita harus selalu mengasihi, demikian juga gambaran pohon cemara, semua hanya bagian semarak bulan desember dimana pohon cemara sebagai simbol kekokohan walau ditutupi salju, sekali lagi itu bukan bagian ajaran gerejawi, pun demikian memang tidak dapat dipaksakan apabila ada staff atau pegawai yang menolak memakai atribut seperti itu, tapi tindakan main hakim sendiri tidak dibenarkan, hukum harus menjadi panglima.” ujar Lombok yang juga legislator SULUT. (V)

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini